Minggu, 25 April 2010

Hari HAKI se=DUNIA



Hari HAKI se-Dunia (Refleksi 5 tahun kasus HAKI Jepara)

CABUT dan BATALKAN HAK CIPTA
MILIK CHRISTOPHER GUY HARRISON

Dalam perjalanannya mengawal kasus pencurian Hak Cipta atas karya budaya masyarakat (folklor) Jepara oleh orang asing berupa produk figura cermin (mirror frame), asesoris dan lainnya, LSM Celcius mengalami berbagai kendala. Diantaranya adalah tidak adanya dukungan dari pihak pemerintah secara riil. Bahkan mengalami ganjalan pula pada wilayah hukum.
Meskipun pelaku, Christopher Guy Harrison sudah dilaporkan ke Polres Jepara (25/4/06) dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Jepara Februari 2007 akan tetapi proses selanjutnya masih terseok-seok. Hal ini disebabkan tidak adanya komitmen bersama diantara institusi terkait terhadap upaya perlindungan karya budaya bangsa atau bahkan cenderung membela kepentingan orang asing.
Satu hal lagi yang paling menyakitkan adalah adanya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang diterbitkan oleh Polres Jepara yang nota bene adalah lembaga yang menerbitkan surat DPO sebelumnya bahkan pad abulan Januari lalu pihak Polres masih memberikan surat keterangan yang menyatakan bahaw Christopher Guy Harrison masih tercata sebagai DPO Polres Jepara dan secara lisan pula disampaikan oleh pihak penyidik bahwa DPO tidak akan hangus sebelum ada penangkapan. Tetapi kenapa tiba-tiba muncul SP3?
Kami sangat menyayangkan dan merasa kecewa terhadap sikap seperti ini” tegas Ketua LSM Celcius, Didid Endro S.
Menurut Didid, Polres menerbitkan SP3 karena adanya pernyataan dari Departemen Perindustrian bahwa Christopher Guy Harrison tidak menjiplak karya budaya masyarakat Jepara. Tetapi Harrison hanya memilki Hak Cipta atas buku katalog.
Kalau memang pihak Departemen Perindustrian mancabut pernyataannya, Harrison bisa di DPO lagi, demikian kata Kapolres Jepara kepada Celcius.
Lucu dan aneh kedengarannya, orang yang sudah ter-DPO dan belum ada tindak lanjut tiba-tiba dihentikan begitu saja oleh lembaga yang menerbitkan DPO itu sendiri hanya karena pernyataan dari salah satu departemen dan departemen tersebut secara prinsip tidak ada garis komandonya dengan Kepolisisan. Bahkan secara hokum, departemen tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menentukan banar atau salah terhadap apa yang telah dilakukan oleh Harrison di Jepara.
“Saya khawatir, jangan-jangan departemen ini justeru tidak tahu sama sekali substansi kasus yang terjadi di Jepara. Kalau sudah begini, mau jadi apa bangsa kita” tambah Didid.
Ini merupakan bukti bahwa belum banyak yang faham betul tentang arti pentingnya Hak Cipta sehingga penegakkan hukum terhadap pelaku monopoli dan eksploitasi karya budaya menjadi tidak jelas.

Jangan Tersinggung
Sangat wajar jika pihak Celcius apreori terhadap kebijakan-kebijakan terkait dengan perlindungan karya budaya masyarakat. Karena, selama proses pengawalan kasus ini, tidak ada satupun penentu kebijakan yang berani terang-terangan mendukung penuntasam kasus di Jepara. Bahkan ada indikasi penjegalan agar kasus ini tidak bias diselesaikan sehingga Harrison tetap sebagai kapitalis yang berkuasa.
Salah satu buktinya adalah hilangnya berkas permohonan pendaftaran Hak Cipta Harrison di Dirjen Haki dan tidak ada bentuk pertanggungjawaban yang riil pula. Ini adalah penghianatan terhadap bangsa Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada mereka yang duduk di sana.
“Naib sekali memang, Kantor Haki yang sebegitu megahnya, dibangun dan mereka digaji dari uang rakyat bisa kehilangan berkas begitu saja. Ini sangat tidak mungkin, kecuali jika ada unsur kesengajaan” ungkap Didid.
Kemudian Didid berharap jangan ada yang merasa tersinggung jika pihaknya mengatakan yang sebenarnya. Karena persoalan budaya adalah persoalan kita bersama tak terkecuali siapaun juga. Tua, muda, besar, kecil, laki-laki, perempuan, kaya atau miskin. Semua memiliki hak untuk mempertahankan kearifan tradisional masing-masing.

Harus Dibatalkan

Berdasarkan hasil temuan yang dikumpulkan, Celcius berharap kepada semua pihak terkait agar bersikap bijaksana dan berlaku seadil-adilnya demi masyarakat Jepara dan seluruh bangsa Indonesia. Kemudian mau tidak mau, Hak Cipta milik Christopher Guy Harrison harus dibatalkan karena hal ini akan berdampak besar bagi kelangsungan industri mebel ukir yang merupakan salah satu nafas kehidupan masyarakat Jepara.
Selanjutnya, Didid hanya berharap semua pihak peduli terhadap upaya ini. Jika memang ada oknum-oknum penentu kebijakan yang telah melakukan kesalahan terhadap penuntasa kasus ini, segera saja menyadari kekeliruan tersebut.
Bukan suatu hal yang mubadzir bahwa yang dilakukan Celcius sejak tahun 2005 sebenarnya sudah cukup melegakan karena sudah sampai pada DPO meski tanpa dukungan riil dari pemerintah sehingga penegakkan hukumnya menjadi semakin bias.
“Kami juga mengharapkan adanya sikap dari pemerintah Jepara untuk berani menandatangani surat permohonan pembatalan Hak Cipta yang akan kami kirim ke Menteri Hukum dan HAM. Kalau memang mengakui Jepara sebagai Kota Ukir, ini harus berani dilakukan” tandasnya.


Hasil Aksi 50 orang ke Jakarta :
22-23 Februari 2010
DPR Komisi B Jepara menolak Audiensi menjelag Aksi dan Bupati tidak ada jawaban

- Departemen Hukum dan HAM, pihaknya tidak tahu sama sekali kalau ada berkas yang dihilangkan. Pihaknya juga akan menindaklanjuti keluhan masyarakat Jepara. Selanjutnya Celcius diminta untuk mengirim kembali semua berkas
- Dirjen Imigrasi, pihaknya belum melihat adanya DPO atas nama Christopher Guy Harrison
- Mabes Polri, surat DPO sampai tgl 23 Februari lalu belum sampai ke Mabes Polri