Jumat, 27 April 2012

Hari HAKI se-dunia 2012
“Kita masih mampu menegakkan kepala karena budaya”


Hingga sekarang telah berbagai cara ditempuh untuk menuntaskan kasus pelanggaran klaim terhadap Hak Cipta atas karya budaya bangsa oleh pihak asing. Begitu halnya yang terjadi saat ini di Jepara. Kota kecil dengan beragam aktivitas dengan tingkat kepadatan penduduk yang hampir tidak mungkin diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan ini, kembali diingatkan dengan kenyataan pahit.
Karya budaya masyarakat Jepara yakni seni kerajinan mebel dan ukir yang selama ini menjadi salah satu nafas kehidupan masyarakat Jepara terancam tidak bisa lagi dinikmati hasilnya. Hal ini disebabkan oleh pengusaha asal Inggris, Christopher Guy Harrison (inisiator / pelaku penjiplakan dan komersialisasi folklor Jepara) yang telah mengakui Hak Cipta dan Desain Produk ratusan gambar figura cermin (mirror frame), asesoris serta mebel bermotifkan ukiran melalui buku katalognya yang didaftarkan Hak Ciptanya di Dirjen HAKI Indonesia.
Ratusan gambar tersebut, setidaknya 70 % sudah berkembang dan membudaya di Jepara secara turun temurun sejak puluhan tahun sebelum Harrison mendaftarkan Hak Ciptanya. Karena klaim Hak Cipta dan Desain Produk inilah salah satu LSM melaporkannya ke pihak Polres Jepara. Semula Christopher Guy Harrison telah tercatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Jepara atas laporan LSM. Akan tetapi DPO tersebut akhirnya dicabut oleh pihak Polres sendiri dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan kurang cukup bukti.
Secara prinsip, hal ini mustahil terjadi. Pasalnya, sejak terlaporkan di Polres hingga muncul DPO dan kemudian terbit SP3, pihak Polres belum pernah memeriksa Christopher Guy Harrison. Selain itu, berkas yang dilampirkan LSM di hadapan penyidik juga sudah cukup bukti. Termasuk dilaporkannya salah satu perajin Jepara oleh pihak Harrison dengan tuduhan menjiplak Hak Cipta dan Desain Produk miliknya.
Sampai kapan?
Tidak bisa dipungkiri lagi jika selama sekian tahun masyarakat Jepara telah digerogoti pihak lain dari sisi karya budayanya yang berdampak pada kemerosotan industri kerajinan mebel ukir serta hilangnya karakteristik Jepara sebagai kota ukir. Hal ini disebabkan salah satunya oleh tidak adanya sentuhan regulasi berkaitan dengan upaya perlindungan industri dan pelestarian karya budaya local yang ada.
Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan banyak pengusaha mebel asli Jepara yang lebih memilih untuk banting setir sebelum terancam gulung tikar lantaran dilaporkan ke pihak berwajib karena tuduhan pelanggaran Hak Cipta dan sejenisnya seperti yang pernah dialami pengusaha lainnya.
Dampak lainnya yakni masyarakat Jepara yang mayoritas perajin mebel ukir ini seakan terputus harapannya ketika kasus pencurian Hak Cipta yang dilakukan oleh Christoper tak kunjung terselesaikan. Pemerintahpun belum ada kebijakan riil terhadap upaya penuntasannya. Bahkan terkesan menutup mata dalam menyikapinya, terbukti hingga saat ini pengusaha asal Inggris tersebut masih berdiri di atas penderitaan masyarakat Jepara. Lalu sampai kapan beban ini terlunaskan?
Cukup lama perjalanan dan tidak akan pernah menyerah. Itulah kenyataannya. Colaboration of Ecology and Centre Information to Us (Celcius), satu-satunya LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan seni budaya masih berkomitmen untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Cipta atas karya budaya ini. Guna mengembalikan apa yang seharusnya menjadi hak masyarakat Jepara, berbagai kegiatan telah dilakukannya secara berkesinambungan dari tahun ke tahun, mulai dari kampung sendiri hingga tingkat nasional.
Kemudian, sebagai salah satu bentuk komitmennya terhadap upaya penuntasan kasus tersebut, Ketua LSM Celcius, Didid Endro S. telah berucap bahwa dirinya tidak akan memotong rambut sebelum kasus ini terselesaikan. Sebagai salah satu aktifis kesenian dan pemerhati budaya, ucapan tersebut merupakan hal ritus yang telah tersampaikan pada khalayak sehingga harus benar-benar terjaga dengan baik.
Kegiatan serupa akan dilakukan pula di tahun 2012 ini. Yakni, bertepatan dengan peringatan hari Hak Kekayan Intelektual (HKI) se-dunia (26/4), Celcius telah mengagendakan kegiatan aksi peduli karya budaya untuk mendorong semua pihak terkait atas tertuntaskannya kasus Hak Cipta tersebut. Aksi yang bertemakan “What Next?” kali ini, selain kirab budaya bersama barong raksasa juga dibarengi dengan “ngamen budaya”, menyebar pamlet, serta menancapkan baliho besar DPO Christopher Guy Harrison di alun-alun kota Jepara.
Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Ardyansyah, meskipun pelaksanaan aksinya tidak tepat pada tanggal hari HKI, tetapi semangat yang diusung adalah semangat hari HKI. Selain itu, sejak awal bulan ini sudah padat kegiatan sehingga pihaknya sengaja menempatkan aksinya di akhir bulan.
“Ini hanya soal waktu saja. Yang terpenting adalah semangat serta pesan apa yang akan kita bawa dan sampaikan” tegasnya.
Selanjutnya, Ardyansyah berharap agar seluruh masyarakat berkenan menyaksikan aksi yang digelar bersama pertunjukkan barongan raksasa pada Senin (30/4) mendatang. ***