Rabu, 14 Oktober 2009

Pulau Panjang




Gerakan Pengamanan Lingkungan Hidup
Pulau Panjang

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Pos Pengendali Dasmpak Lingkungan (Poskodal) di Pulau Panjang tahun 2009 lebih mengarah pada gerakan psikologis yakni pada penyadaran pengunjung tentang arti pentingnya kelestarian potensi Sunber Daya Alam (SDA) yang ada di sana.
Hal ini dilakukan oleh tema yang ada di Poskodal karena pengunjung yang mengambil terumbu karang dan kekayaan lainnya sangat menurun drastic. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya terumbu karang yang diambil pengunjung dan dikembalikan oleh team Poskodal mencapai antara 60-90 dus, tapi untuk tahun 2009 ini tidak lebih dari 10 dus.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan pencurian karang tersebut, yakni selain lima tahun secara rutin LSM Celcius bersama Forum Pencinta Alam se-Kabupaten Jepara (FPAJ) melakukan gerakan cinta lingkungan di sana, mereka juga melakukan pemantauan secara berkala dua kali dalam sebulan. Bahkan pernah dilakukan selama satu minggu team Poskodal berkemah di Pulau tersebut.
Kemudian didukung pula oleh para petugas pengelola Pesta Lomban yang secara perlahan sudah mulai sadar dan turut membantu memberikan pengertian kepada para pengunjung.
“Untuk tahun ini, bukan berarti tidak ada pengunjung yang mengambil terumbu karang atau lainnya, tetapi mereka lebih mudah diberi pengertian dan langsung dikembalikan sehingga terumbu karang tidak terkumpul di Posko seperti tahun-tahun sebelumnya” ungkap Ketua LSM Celcius, Didid Endro S.
Kendati demikian Celcius dan FPAJ tetap berharap adanya kebijaksanaan dari Pemerintah Kabupaten melalui dinas-dinas terkait untuk memikirkan keberadaan pulau tersebut. Pasalnya, dalam kondisi seperti ini, tidak serta merta kita dilegakan begitu saja melainkan untuk tetap berjaga-jaga hal serupa akan terulang kembali pada hari seusai lomban atau bahkan pada pesta lomban tahun yang akan datang.
Seperti kawasan wisata lainnya, Pulau Panjang yang dijual adalah keindahan alam yang ada, tetapi jika semua potensi habis diambil (dicuri) tanpa ada kebijaksanaan yang mengarah ke sana, tentu Pulau tersebut akan kehilangan daya tarik dan sepi pengunjung. Hal ini yang mesti dipikirkan bersama dari masing-masing pihak terutama pihak pemanfaat seperti Disparbud, Badan Lingkungan Hidup, Dislutkan dan lainnya.
“Kami berharap adanya pengambilan sikap dari masing-masing institusi terkait. Tidak sekedar menyalahkan pihak lain, apalagi menyalahkan kami yang sudah dengan sukarela melakukan pengamanan ini” tambah Didid.
Selanjutnya dua orang yang ditunjuk sebagai koordinator pengamanan lingkungan di sana, menyampaikan ada tujuh titik rawan yang dijaga ekstra ketat. Tujuh titi tersebut sangat berpotensi terjadinya pengambilan terumbu karang, tanaman langka serta burung blekok dan lain sebagainya.
Dari tujuh titik rawan tersebut, ada 4 titik yang diprioritaskan yakni pos tujuh dari sisi timur (dermaga ke utara), pos 1,2, dan 3 dari dermaga ke selatan hingga depan mercu suar.Adapun pos-pos yang linnya bukan berarti aman, tetapi lebih difokuskan pada penyampaian pengertian kepada para pengunujung. Selain itu juga melakukan pengawasan kalau ada pengunjung yang berhasil membawa terumbu ke daratan lalu dimintanya untuk dikembalikan ke tempat semula.
“Kami merasa cukup lega karena tahun ini tidak sebegitu parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini lebih sedikit pengunjung yang mengambil terumbu karang. Itupun lebih mudah diarahkan”, ungkap salah satu koordinator lapangan, Ali Rohmad yang sejak lima tahun lalu terlibat dalam Poskodal Pulau Panjuang.
Kelegaan yang sama juga diungkapkan oleh 72 personil team Poskodal. Kendati demikian, mereka merasa tersinggung ketika ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menyalahkan mereka atas Poskodal yang dilakukan. Mereka menilai bahwa kegiatan ini dilakukan atas sukarela dan atas dasar cinta lingkungan. Mereka sebenarnya tidak mengharapkan adanya imbalan apapun tetapi setidaknya ada pengambilan sikap yang bijaksana dari masing-masing institusi.
“Tanpa atau dengan dukungan Pemerintah, kami tetap akan melakukan kegiatan ini dan kami tidak mengharapkan apapun. Mari kita buktikan komitmen ini. Adakah pejabat yang mau turun langsung tanpa dibayar?” tegas koordinator dua, Arief Rohman.
Pihaknya merasa tersinggung ketika ada salah satu Dians yang menyalahkan kegiatan tersebut. Apalagi dianggap menganggu kenyamanan pengunjung. Menurutnya, kegiatan ini tidak hanya satu dua kali dilakukan maainkan sudah enam tahun berturut-turut dan selama itu pula tidak pernah terjadi hal-hal yang mengganggu pengunjung. Bahkan setelah diberikan pengertian, ada beberapa pengunjung yang dengan suka rela membantu kegiatan tersebut. Mulai dari berjaga di masing masing pos hingga mengembalikan terumbu karang ke laut.
“Sekarang tinggal bagaimana sikap Pemerintah. Kalau memang sama-sama memiliki komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan potensi wisata yang ada, ya mari kita bersama-sama melakukan gerakan cinta lingkungan ini. Tetapi jika tidak, biar masyarakat yang memberikan penilaian. Kami juga tahu seberapa besar anggaran yang diberikan untuk kegiatan lingkungan hidup kok” tegas Didid Endro S.
Selanjutnya, Didid juga merencanakan akan melakukan pemantauan lingkungan dibeberapa titik terkait dengan pelaksanaan pesta lomban dengan pengerahan personil yang semakin banyak pula. Kegiatan ini akan dimulai dengan menginventarisir berbagai potensi kekayaan SDA pada masing-masing titik pelaksanaan pesta lomban.
Kemudian, Didid juga menyinggung sedikit persoalan tata letak kawasan wisata di Pulau Panjang. Seperti halnya pembuatan toilet untuk pengunjung dan pengelolaan sampah. Di kawasan tersebut hanya ada satu toilet permanen. Kemudian ada dua toilet sementara yang letaknya tidak memenuhi syarat estetika kawasan wisata dan hal ini dibiarkan begitu saja oleh pengelola atau institusi terkait.
Selain itu, usai pesta lomban, banyak sampah baik sampah organic maupun non organic yang dibiarkan berserakan begitu saja. Tolilet yang tidak layak dan tidak adanya pengelolaan sampah akan menimbulkan kesan kumuh pada kawasan wisata Pulau Panjang. Semoga tahun yang akan datang menjadi lebih baik, mengingat Pulau Panjang selain sebagai kawasan wisata alam juga sebagai tempat wisata religius.

Poskodal Pulau Panjang

TANPA DUKUNGAN,
CELCIUS TETAP DIRIKAN POSKODAL

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Celcius bekerjasama dengan Forum Pencinta Alam se- Kabupaten Jepara (FPAJ) mengadakan kegiatan Pos Pengendalian Dampak Lingkungan (Poskodal) di Kawasan Wisata Pulau Panjang Jepara ketika pesta lomban tiba.
Kegiatan tersebut selain untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup juga sekaligus memberikan pemahaman kepada para pengunjung bahwa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) untuk wisata perlu juga memperhatikan nilai-nilai kelestarian lingkungan hidupnya (Konservatif).
Kemudian sebagai bentuk komitmen LSM Celcius dan FPAJ terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup di Pulau Panjang, dilakukan pula kegiatan rutin berkala satu bulan dua kali untuk pemantauan kerusakan lingkungan hidup di Pulau tersebut. Selanjutnya hasil pemantauan didokumentasi dalam bentuk laporan perkembangan.
Kegiatan rutin yang dilakukan sejak tahun 2003 ini, tampaknya belum mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kabupaten untuk ditindaklanjuti. Bahkan kegiatan tahun ke-6 ini, Sabtu-Minggu (26-27/09) dinilai salah oleh dinas terkait karena dianggap mengganggu kenyamanan pengunjung. Hal ini oleh Ketua LSM Celcius, Didid Endro S, dianggap pernyataan yang tidak bijaksana bahkan konyol.
“Mestinya kegiatan yang kami rintis ini didukung oleh institusi terkait bukan malah disudutkan.”, ungkap Didid.
Lebih lanjut, Didid juga mengungkapkan betapa memperhatikannya kondisi Pulau Panjang disaat pesta lomban tiba. Para pengunjung seenaknya mengambili terumbu karang, burung blekok, dan tanaman untuk dibawa pulang. Hal ini disikapi Celcius dan FPAJ dengan cara meminta kembali kekayaan alam yang telah tercabut tersebut untuk dikembalikan ke habitatnya.
Setidaknya dalam satu kegiatan, Celcius dan FPAJ berhasil mengembalikan berpuluh-puluh dus terumbu karang yang diambil pengunjung dan berpuluh burung blekok serta beberapa tanaman. Sangat tidak mungkin jika hal ini dibiarkan begitu saja.
“Kalau satu kali lomban ada 60-90 dus terumbu karang yang diambil pengunjung dan begitu seterusnya, bagaimana pulau panjang kedepan”, tambah Didid.
Menurutnya, dinas atau institusi terkait yang berkompeten dan memiliki komitmen terhadap pelestarian lingkungan serta pengembangan potensi wisata, mestinya sadar dan memahami hal ini. Artinya tidak harus menunggu disodok-sodok, tetapi bisa melihat kondisi real yang ada. Apalagi Dinas Pariwisata (Disparbud), Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) yang memilki kepentingan atas lestarinya pulau panjang mestinya faham betul tentang apa yang terjadi di sana.
Sementara itu, salah satu coordinator kegiatan tersebut, Ali Rohmad, mengeluhkan atas sikap institusi yang menganggap kegiatan ini salah. Menurutnya, para peserta selama ini tidak pernah melakukan sikap-sikap konfrontatif terhadap para pengunjung tetapi lebih pada sikap persuasif sehingga pengunjung perlahan-lahan semakin sadar dan dengan suka rela menyerahkan barang “pungutannya” kepada pos Pengendali Dampak Lingkungan (Poskodal). Bahkan ada beberapa pengunjung yang turut membantu mengembalikan terumbu karang ke perairan.
“Kami tidak setuju kalau kegiatan ini dianggap mengganggu kenyamanan pengunjung oleh Disparbud. Justru kami memberikan pemahaman kepada mereka (pengunjung)” tegas Ali Rohmad.
Untuk melihat kondisi yang sebenarnya, lanjut Ali Rohmad, tidak ada salahnya dinas atau institusi terkait sesekali datang ke pulau panjang disaat lomban tiba. Di sana akan terbukti kerja keras peserta kegiatan Poskodal tanpa pamrih apapun.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Arif Rohman. Pihaknya lebih tegas lagi menilai bahwa isntitusi yang memberikan penilaian buruk terhadap kegiatan tersebut merupakan sikap yang apatis dan tidak peduli terhadap hal yang sebenarnya harus mereka kelola dengan baik. Pulau Panjang yang dijual adalah potensi alamnya, jika potensi yang ada di dalamnya semakin habis, tentu Pulau tersebut menjadi tidak menarik.
“Mari kita berpikir realistis. Saya tidak yakin kalau para pejabat terkait mau turun langsung ke sini untuk melakukan kegiatan seperti ini tanpa dibayar dan mengeluarkan biaya sendiri. Sangat tidak mungkin”, tegas Arief Rohman.
Arief hanya berharap jangan tergesa-gesa menjustifikasi terhadap kegiatan yang dilakukan selama ini. Setidaknya mereka merasa terbantu oleh para peserta Poskodal sehingga kawasan tersebut menjadi terselamatkan meskipun sedikit demi sedikit.
Lima tahun bukanlah waktu yang pendek untuk tetap melakukan kegiatan secara kontinu. Hal ini tidak akan terjadi tanpa dilandasi komitmen yang tinggi terhadap cinta lingkungan. Selanjutnya, bagaimana dinas atau institusi terkait mensikapi kegiatan tersebut. Sehingga terjalin sinergitas yang baik demi kelestarian Pualau Panjang.
Di hadapan 70 orang peserta Poskodal, Didid Endro S., menyampaikan agar tetap terjaga kondusifitas pengunjung sehingga mereka (pengunjung) tidak merasa kecewa ataupun tersinggung atas sikap peserta Poskodal. Bahkan diharapkan berangsur-angsur tercipta kesamaan persepsi diantara keduanya.
“Yang menganggap salah biarkan saja menganggap salah. Yang tidak peduli, biar saja tidak peduli. Yang penting kita tetap saja jalankan apa yang bisa kita lakukan” celetuk Didid mengakhiri breefing sebelum turun.
Selanjutnya, masing-masing peserta berhamburan menuju beberapa pos yang telah ditentukan. Ada beberapa titik rawan dipasang tali batas agar pengunjung tidak memaksa masuk untuk mengambil terumbu karang yang ada. Pengunjung disarankan cukup menikmati keindahan terumbu karang dari luar tali batas yang pemasangannya sudah diperkirakan sedemikian rupa sehingga pengunjubng tidak terganggu. ***


DATA KEGIATAN LSM CELCIUS BERSAMA FPAJ
UNTUK PULAU PANJANG
DARI TAHUN 2003
No. Uraian Kegiatan Tahun Jumlah Personil Keterangan
1 Poskodal Syawalan 2003 96 orang Swadaya
2 Poskodal Syawalan 2004 70 orang Swadaya (jualan kelapa muda untuk biaya operasional)
3 Bersih lingkungan 2004 112 orang
4 Poskodal Syawalan 2005 82 orang Swadaya
5. Poskodal Syawalan 2006 90 orang Swadaya
6 Penanaman Pohon 2006 120 orang Gerhan
7. Poskodal Syawalan 2007 49 orang Swadaya
8 Poskodal Syawalan 2008 79 orang Swadaya

Keterangan :
Selain beberapa kegiatan tersebut, Celcius juga melakukan intensitas pemantauan berkala 1 bulan 2 kali dengan biaya swadaya

BERITA SMP N 1 Mlonggo

Laporan Pertanggungjawaban Ditolak,
Kepala SMP Mlonggo Ancam Minta Dipindah

“Kalau begini caranya, saya menjadi kehilangan semangat untuk mengelola sekolah ini. Saya akan minta dipindah saja dari sisni”

Demikian kalimat yang disampaikan Kepala SMP Negeri 1 Mlonggo, Sudiharto, S.pd, dihadapan para wali murid dalam Rapat Pleno Komite SMP Negeri 1 Mlonggo, Sabtu (10/10) akhir pekan lalu ketika Laporan Pertanggungjawaban Komite ditolak.
Oleh para wali murid, pernyataan tersebut dianggap sikap yang kurang bertanggungjawab. Kepala sekolah diminta bersikap lebih bijaksana dan tidak menodai dunia pendidikan.
Penolakan Laporan Komite oleh para wali murid tersebut dipicu karena adanya selisih antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja mencapai 50 juta lebih. Dalam lembar yang diberikan kepada seluruh wali murid yang hadir, pada lembar pertama anggaran pendapatan ditulis Rp 297. 155.500 dengan rincian Kelas VII : 285 x Rp 350.000, Kelas VIII : 270 x Rp 250.000, dan Kelas IX : 224 x Rp 200.000. Ditambah saldo tahun 2007/2008 sebesar Rp 362.400, sumbangan rutin 6 bulan Rp 82. 080.000, dan pinjaman dari pihak lain sebesar Rp 20.855.600.
Sedang pada lembar kedua, dengan jumlah murid yang sama dikalikan angka yang jauh berbeda tetapi jumlah tetap sama. Yakni Kelas VII : 285 x Rp 400.000, Kelas VIII : 270 x Rp 300.000, dan Kelas IX : 224 x Rp 250.000. Berdasarkan hitungan pada lembat kedua jumlah anggaran pendapatan mestinya Rp 354. 297.400 tetapi ditulis Rp 297.155.500. Artinya masih ada sisa anggaran Rp 57.141.900. tetapi pada kolom saldo ditulis Rp 0.
Menurut salah satu wali murid kelas IX, Didid Endro S. ini merupakan kesalahan yang fatal dan harus direfisi serta tidak sekedar salah ketik seperti yang disampaikan Kepala SMP. Wali murid, lanjut Didid, tidak mau dibohongi terus menerus dan ini sudah saatnya untuk saling terbuka.
Selain itu, Didid juga menyayangkan jika dalam laporan komite sekelas SMP Negeri 1 Mlonggo hanya sekedar hitung-hitungan angka dan seolah dipas-paskan antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanjanya. Laporan tersebut tanpa dilengkapi keterangan-keterangan detail yang bisa dibaca oleh wali murid sehingga sangat berpotensi adanya penyelewengang anggaran.
Seperti misal, sumbangan rutin 6 bulan sebesar Rp 82. 080.000 tersebut dari berapa murid da berapa besarnya. Karena pada rapat sebelumnya, uang BP3 dari Januari hingga Juni yang mestinya dikembalikan pada orang tua murid juga telah diminta sekolah untuk pembangunan pagar. Bahkan usulan orang tua murid untuk dikembalikan terlebih dahulu baru memberi sumbangan, ditolak juga oleh pihak Sekolah dengan menyodorkan Surat Pernyataan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Kemudian atas dasar Surat Pernyataan tersebut, pihak Sekolah menganggap seluruh orang tua murid telah menyerahkan uang BP3 Januari hingga Juni kepada SMP Negeri 1 Mlonggo sebagai sumbangan. Meskipun yang menandatangani Surat Pernyataan tanda setuju lebih sedikit dengan yang tidak menandatangani, uang tersebut tetap tidak dikembalikan.
Yang lebih memperihatinkan lagi, adanya pinjaman dari pihak lain yang juga tidak dijelaskan dari mana pinjaman tersebut. Hal ini sangat memalukan dan tidak masuk akal jika SMP Negeri memiliki hutang.
“Kalau SMP ini memiliki hutang pada pihak lain, mohon bisa dijelaskan. Karena bukan hanya Kepala sekolah atau wali murid saja yang merasa malu, tapi Indonesia juga malu. Karena ini sekolah Negeri, pak” tegas Didid
Selanjutnya, karena ada selisih anggaran dan berbagai persoalan lain yang tidak bisa dijelaskan secara detail baik oleh ketua komite maupun Kepala Sekolah, serentak Laporan pertanggungjawaban Komite ditolak ditandai dengan pengembalian berkas laporan dari wali murid kepada Komite dan Kelapa Sekolah untuk direfisi dan rapat minta untuk dihentikan.
Hal fatal lainnya yang memicu perselisihan dalam rapat pleno tersebut adalah adanya intimidasi dari kepala sekolah bahwa sikap wali murid tersebut akan beresiko pada anak-anaknya yang masih sekolah di SMP Negeri 1 Mlonggo. Serentak wali murid tersinggung dan berdiri meninggalkan forum rapat. Ditambah dengan ancaman bahwa Kepala Sekolah sudah kehilangan semangat dan akan minta untuk dipindah dari SMP Negeri 1 Mlonggo.
“Maaf pak. Anda tidak perlu melontarkan intimidasi kepada anak-anak kami. Urusan anak biar saja, tapi ini urusan orang tua yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Mohon anda tidak kekanak-kanakan” tegas Didid.

Memaksakan Kehendak
Meskipun berkas laporan dikembalikan untuk direfisi dan rapat minta dihentikan, bahkan sebagian besar wali murid telah meninggalkan forum rapat, Ketua Komite Sekolah, H. Markuwan, memaksa melanjutkan rapat pleno dengan melontarkan tawar menawar uang pembangunan mulai dari kelas VII hingga kelas IX. Selain itu, ketua komite juga menganggap bahwa laporan pertangungjawaban sudah disetujui.
“Ini jelas tidak adil pak. Mohon suara kami bisa didengar dan jangan mengedepankan kepentingan pribadi belaka. Ini demi masa depan anak-anak kami bukan untuk siapa-siapa. Kalau laporan pertanggungjawaban tidak diterima, berarti rapat harus dihentikan” ungkap salah satu wali murid, Solikul.
Selanjutnya, wali murid menunggu penjelasan lebih lanjut baik dari pihak Komite dan Kepala Sekolah terkait dengan laporan pertanggungjawaban serta kebijakan-kebijakan lain yang dinilai kurang tepat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka wali murid akan mengambil sikap bahkan akan membentuk Forum Komunikasi Wali Murid (FKWM) SMP Negeri 1 Mlonggo untuk mensikapi segala persoalan yang dihadapi wali murid.
“Komite sekolah dan Kepala Sekolah telah menodai kepercayaan wali murid. Mosok sekolah negeri kok uang pembangunannya setiap tahun naik. Apa gunanya ada prioritas anggaran pendidikan. Kalau Komite dan Kepala sekolah tidak bisa bekerja, mundur saja dari jabatannya dari pada merepaotkan” tegas Solikul.
Selanjutnya, mengakhiri perdebatan tersebut, Didid Endro S, mengharapkan agar semua bekerja sesuai kewenangan masing-masing. Jika Komite sekolah dibentuk sebagai mediator antara pihak sekolah dengan wali murid, mestinya tidak ada peberpihakan sedikitpun. Tetapi kenapa selama ini justeru Kamite Sekolah cenderungn berpihak pada kebijakan sekolah. Forum rapat hanya dijadikan ajang ligimtimasi pengambilan keputusan bukan penjaringan aspirasi.
“Mohon ini bisa dipahami bersama. Komite Sekolah mestinya berfungsi sebagaimana mestinya tidak hanya berpikir tentang kepentingan sekolah semata tapi juga harus menerima apa keinginan wali murid. Jika tidak, bubarkan saja Komite dan ganti yang baru” tambah Didid. ***