Laporan Pertanggungjawaban Ditolak,
Kepala SMP Mlonggo Ancam Minta Dipindah
“Kalau begini caranya, saya menjadi kehilangan semangat untuk mengelola sekolah ini. Saya akan minta dipindah saja dari sisni”
Demikian kalimat yang disampaikan Kepala SMP Negeri 1 Mlonggo, Sudiharto, S.pd, dihadapan para wali murid dalam Rapat Pleno Komite SMP Negeri 1 Mlonggo, Sabtu (10/10) akhir pekan lalu ketika Laporan Pertanggungjawaban Komite ditolak.
Oleh para wali murid, pernyataan tersebut dianggap sikap yang kurang bertanggungjawab. Kepala sekolah diminta bersikap lebih bijaksana dan tidak menodai dunia pendidikan.
Penolakan Laporan Komite oleh para wali murid tersebut dipicu karena adanya selisih antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja mencapai 50 juta lebih. Dalam lembar yang diberikan kepada seluruh wali murid yang hadir, pada lembar pertama anggaran pendapatan ditulis Rp 297. 155.500 dengan rincian Kelas VII : 285 x Rp 350.000, Kelas VIII : 270 x Rp 250.000, dan Kelas IX : 224 x Rp 200.000. Ditambah saldo tahun 2007/2008 sebesar Rp 362.400, sumbangan rutin 6 bulan Rp 82. 080.000, dan pinjaman dari pihak lain sebesar Rp 20.855.600.
Sedang pada lembar kedua, dengan jumlah murid yang sama dikalikan angka yang jauh berbeda tetapi jumlah tetap sama. Yakni Kelas VII : 285 x Rp 400.000, Kelas VIII : 270 x Rp 300.000, dan Kelas IX : 224 x Rp 250.000. Berdasarkan hitungan pada lembat kedua jumlah anggaran pendapatan mestinya Rp 354. 297.400 tetapi ditulis Rp 297.155.500. Artinya masih ada sisa anggaran Rp 57.141.900. tetapi pada kolom saldo ditulis Rp 0.
Menurut salah satu wali murid kelas IX, Didid Endro S. ini merupakan kesalahan yang fatal dan harus direfisi serta tidak sekedar salah ketik seperti yang disampaikan Kepala SMP. Wali murid, lanjut Didid, tidak mau dibohongi terus menerus dan ini sudah saatnya untuk saling terbuka.
Selain itu, Didid juga menyayangkan jika dalam laporan komite sekelas SMP Negeri 1 Mlonggo hanya sekedar hitung-hitungan angka dan seolah dipas-paskan antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanjanya. Laporan tersebut tanpa dilengkapi keterangan-keterangan detail yang bisa dibaca oleh wali murid sehingga sangat berpotensi adanya penyelewengang anggaran.
Seperti misal, sumbangan rutin 6 bulan sebesar Rp 82. 080.000 tersebut dari berapa murid da berapa besarnya. Karena pada rapat sebelumnya, uang BP3 dari Januari hingga Juni yang mestinya dikembalikan pada orang tua murid juga telah diminta sekolah untuk pembangunan pagar. Bahkan usulan orang tua murid untuk dikembalikan terlebih dahulu baru memberi sumbangan, ditolak juga oleh pihak Sekolah dengan menyodorkan Surat Pernyataan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Kemudian atas dasar Surat Pernyataan tersebut, pihak Sekolah menganggap seluruh orang tua murid telah menyerahkan uang BP3 Januari hingga Juni kepada SMP Negeri 1 Mlonggo sebagai sumbangan. Meskipun yang menandatangani Surat Pernyataan tanda setuju lebih sedikit dengan yang tidak menandatangani, uang tersebut tetap tidak dikembalikan.
Yang lebih memperihatinkan lagi, adanya pinjaman dari pihak lain yang juga tidak dijelaskan dari mana pinjaman tersebut. Hal ini sangat memalukan dan tidak masuk akal jika SMP Negeri memiliki hutang.
“Kalau SMP ini memiliki hutang pada pihak lain, mohon bisa dijelaskan. Karena bukan hanya Kepala sekolah atau wali murid saja yang merasa malu, tapi Indonesia juga malu. Karena ini sekolah Negeri, pak” tegas Didid
Selanjutnya, karena ada selisih anggaran dan berbagai persoalan lain yang tidak bisa dijelaskan secara detail baik oleh ketua komite maupun Kepala Sekolah, serentak Laporan pertanggungjawaban Komite ditolak ditandai dengan pengembalian berkas laporan dari wali murid kepada Komite dan Kelapa Sekolah untuk direfisi dan rapat minta untuk dihentikan.
Hal fatal lainnya yang memicu perselisihan dalam rapat pleno tersebut adalah adanya intimidasi dari kepala sekolah bahwa sikap wali murid tersebut akan beresiko pada anak-anaknya yang masih sekolah di SMP Negeri 1 Mlonggo. Serentak wali murid tersinggung dan berdiri meninggalkan forum rapat. Ditambah dengan ancaman bahwa Kepala Sekolah sudah kehilangan semangat dan akan minta untuk dipindah dari SMP Negeri 1 Mlonggo.
“Maaf pak. Anda tidak perlu melontarkan intimidasi kepada anak-anak kami. Urusan anak biar saja, tapi ini urusan orang tua yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Mohon anda tidak kekanak-kanakan” tegas Didid.
Memaksakan Kehendak
Meskipun berkas laporan dikembalikan untuk direfisi dan rapat minta dihentikan, bahkan sebagian besar wali murid telah meninggalkan forum rapat, Ketua Komite Sekolah, H. Markuwan, memaksa melanjutkan rapat pleno dengan melontarkan tawar menawar uang pembangunan mulai dari kelas VII hingga kelas IX. Selain itu, ketua komite juga menganggap bahwa laporan pertangungjawaban sudah disetujui.
“Ini jelas tidak adil pak. Mohon suara kami bisa didengar dan jangan mengedepankan kepentingan pribadi belaka. Ini demi masa depan anak-anak kami bukan untuk siapa-siapa. Kalau laporan pertanggungjawaban tidak diterima, berarti rapat harus dihentikan” ungkap salah satu wali murid, Solikul.
Selanjutnya, wali murid menunggu penjelasan lebih lanjut baik dari pihak Komite dan Kepala Sekolah terkait dengan laporan pertanggungjawaban serta kebijakan-kebijakan lain yang dinilai kurang tepat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka wali murid akan mengambil sikap bahkan akan membentuk Forum Komunikasi Wali Murid (FKWM) SMP Negeri 1 Mlonggo untuk mensikapi segala persoalan yang dihadapi wali murid.
“Komite sekolah dan Kepala Sekolah telah menodai kepercayaan wali murid. Mosok sekolah negeri kok uang pembangunannya setiap tahun naik. Apa gunanya ada prioritas anggaran pendidikan. Kalau Komite dan Kepala sekolah tidak bisa bekerja, mundur saja dari jabatannya dari pada merepaotkan” tegas Solikul.
Selanjutnya, mengakhiri perdebatan tersebut, Didid Endro S, mengharapkan agar semua bekerja sesuai kewenangan masing-masing. Jika Komite sekolah dibentuk sebagai mediator antara pihak sekolah dengan wali murid, mestinya tidak ada peberpihakan sedikitpun. Tetapi kenapa selama ini justeru Kamite Sekolah cenderungn berpihak pada kebijakan sekolah. Forum rapat hanya dijadikan ajang ligimtimasi pengambilan keputusan bukan penjaringan aspirasi.
“Mohon ini bisa dipahami bersama. Komite Sekolah mestinya berfungsi sebagaimana mestinya tidak hanya berpikir tentang kepentingan sekolah semata tapi juga harus menerima apa keinginan wali murid. Jika tidak, bubarkan saja Komite dan ganti yang baru” tambah Didid. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar