Minggu, 06 September 2009

TOLAK MALAYSIA

Gelar Sastra Tolak Klaim Malaysia
Dari RT Hingga DPR

Persoalan klaim terhadap aset Negara Indonesia berupa karya budaya masyarakat adalah persoalan seluruh bangsa di mana persoalan ini juga harus diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia tanpa harus memilah siapa mereka. Besar kecil, tua muda, kaya miskin, pejabat ataupun rakyat kecil sekalipun. Jika persoalan ini hanya diketahui oleh pejabat atau orang-orang tertentu yang dinilai berkompeten, tentu tidak akan bisa diselesaikan.
Terkait dengan hal tersebut, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Colaboration of Ecology and Centre Information to Us (Celcius) – lingkungan dan seni budaya – bersama Gaperto Art Community dan Teater Kusuma serta didukung pekerja seni Jepara menggelar acara buka bersama dilanjutkan gelar sastra Ramadhan dan tolak Klaim Malaysia di sanggar Gaperto Mlonggo Jepara.
Selain memenuhi agenda rutin tiga kali dalam setahun, acara ini juga sekaligus untuk memberikan pengertian kepada seluruh masyarakat sekitar tentang keberadaan kekayaan Indonesia yang diklaim Malaysia. Kemudian juga merupakan suatu bentuk kontribusi kepada masyarakat yang merasa terganggu selama proses berkesenian di sebuah kampung. Sehingga masyarakat merasa mendapat ganti rugi dalam bentuk tontonan gratis dari sanggar yang dikelola sejak 12 tahun lalu itu.
”Klaim terhadap tari Pendet Bali serta karya budaya lainnya bukanlah persoalan yang harus dihadapi oleh sekelompok masyarakat tradisional setempat, malainkan sudah menjadi persoalan seluruh bangsa Indonesia karena karya budaya tersebut sudah termasuk karya budaya masyarakat yang sudah menjadi milik bersama (publick domain). Sehingga, baik secara sadar ataupun tidak, kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia seharusnya memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan melestarikannya”.
Sebagai lembaga yang memiliki konsen terhadap keberadaan seni budaya, Celcius merasa prihatin terhadap sikap Malaysia yang semakin kebablasan. Akan tetapi, mungkin perlu dilihat pula sabab musabab kenapa sampai terjadi klaim yang begitu banyak atau bahkan secara massal terhadap aset atau kekayaan budaya Indonesia oleh satu Negara.
Tidak terbayangkan, seberapa banyak jika ada negara-negara lain yang juga mengklaim kekayaan budaya Indonesia yang tidak diklaim oleh Malaysia. Artinya, jika ini dibiarkan, Indonesia akan semakin habis kekayaannya hanya karena terlalu permisif terhadap sikap-sikap orang asing yang mencuri kekayaan kita.
Hal ini yang mestinya diperhatikan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah tertentu untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap eksploitasi karya budaya masyarakat oleh pihak asing. Semoga dengan dukungan seluruh masyarakat, siapapun yang terlibat dalam pengambilan sikap dan atau keputusan terhadap kehilangan kekayaan budaya ini, menjadi tergugah untuk menjadi lebih berani. Tidak seperti katak dalam tempurung.
“Tidak salah jika dikatakan bahwa semakin maju, negeri kita semakin kehilangan wajah sendiri. Artinya, kalau jaman dahulu hanya dengan bambu runcing, bangsa kita menjadi bangsa yang perkasa mengusir penjajah. Tetapi ketika kita sudah sama-sama memiliki senjata lengkap, kenapa harus takut melawan negara lain yang melecehkan harga diri kita”
Salah satu upaya untuk membangun kekuatan dan membangkitkan semangat juang, Celcius bersama para pekerja seni Jepara, selain mendekatkan diri dengan sang pencipta dengan sajak-sajak religiusnya di tengah bulan suci Ramadhan ini juga mengumandangkan sajak-sajak cinta bangsa, budaya dan Negara Indonesia.
Seperti puisi karya Ketua LSM Celcius dan pengasuh Sanggar Seni Gaperto, Didid Endro S, yang berjudul Indonesiaku, Jangan Menagis ketika dibawanya dalam orasi tentang penolakan terhadap Klaim Malaysia, mengungkapkan tentang semangat dan ajakan membela Indonesia untuk merebut hak-haknya sehingga tidak mudah dilecehkan Negara lain. Apalagi sebelum membacakan puisinya, Didid mendahului dengan orasi yang disusul dengan lagu Indonesia Pusaka oleh group musik Wedang Rondho sebagai ilustrasinya. Sontak seluruh peserta turut berdiri dengan mengibarkan bendera merah dan putih serta mengangkat tinggi-tinggi poster-poster yang ada.
Selanjutnya disusul sajak-sajak dari anak-anak teater Kusuma dan para penyair muda Jepara lainnya yang tidak berbeda jauh muatannya, yakni semangat bela bangsa serta ada pula yang bertanya tentang kenapa dan di mana saja Punggawa Praja Indonesia selama ini sehingga asetnya begitu mudah dicuri oleh orang lain.
Selain pertunjukan puluhan sajak, acara tersebut juga dilengkapi dengan orasi Ketua RT setempat, H. Ahmad Marchum dan anggota DPR Jepara, Sugiyono dipadu dalam satu kolaborasi seni yang apik sehingga tidak kurang dari 400 penonton dari masyarakat sekitar merasa benar-benar terhibur dan sesekali keluarkan celetukan-celetukan ketus terhadap sikap Malaysia.
Kemudian beberapa poster berukuran besar bertuliskan “20 lebih kekayaan Indonesia dicolong Malaysia. Hanya satu kata LAWAN” “I Love Indonesia, Ganyang Malaysia”, Malaysia Negeri para Maling” juga mewarnai aksi dalam kemasan gelar sastra tersebut..
“Kami hanya sekedar mengkampanyekan kepada publik bahwa Indonesia saat ini sedang dilanda derita sehingga secara bersama-sama kita untuk bangkit dan menghapus derita tersebut dengan merebut kembali kekayaan yang dicuri negara lain”
Kalau yang lain bisa, kenapa kita tidak? Apalagi kekayan Jepara berupa seni kerajinan mebel ukir juga telah diklaim oleh orang Inggris. Bangkitlah Jeparaku, bangkitlah Indonesiaku. Satu bangsa, satu budaya, budaya Indonesia.

Tidak ada komentar: