Jepara-CL,
SUDAH genap satu tahun, kasus Hak Cipta mebel ukir Jepara yang ditangani Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Celcius hingga saat ini belum tuntas juga. Kasus tersebut sebenarnya perlu pemahaman yang seksama dari berbagai pihak termasuk Pemerintah, penegak hukum dan seluruh masyarakat.
Dari berbagai pemaparan yang dilakukan Celcius, secara prinsip sudah jelas bahwa mebel ukir merupakan hasil kerajinan rakyat Jepara yang dilakukan secara turun temurun sejak berberapa puluh tahun silam. Tetapi karena sebuah keteledoran, bermacam produk figura cermin (mirror frame), asesoris dan mebel bermotifkan ukiran, Hak Cipta dan Desainnya berhasil diklaim oleh warga Inggris, Cristopher Harrison sejak 14 Juni 2004 dengan Surat Daftar Ciptaan berupa sebuah buku katalog yang memuat ratusan gambar produk fiura, asesoris dan mebel bermotifkan ukiran.
Menurut keterangan pihak Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Departemen Hukum dan HAM RI, semua jenis produk yang sudah menjadi milik umum tidak bisa diakui oleh siapapun baik Hak Cipta maupuna Desainnya.
“Apalagi, katalog yang diciptakan oleh Cristopher Harrison di dalamnya memuat unsur folklor milik rakyat Jepara. Ini merupakan tindakan yang terlalu berani”, tegas Direktur Hak Cipta Dirjen HAKI, Ansori Sinungan.
Selain itu, dalam Ayat (2) Pasal 10 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ditegaskan bahwa Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Folklor dimaksud adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh klompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun.
Dalam rangka untuk melindunginya, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersialisasi tanpa seijin negara Republik Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayan tersebut.
Dari hal tersebut sudah jelas bahwa yang dilakukan pemilik PT. Harrison & Gil-Java, Cristopher Harrison adalah merupakan tindakan eksploitasi, komersialisasi, dan memonopoli folklor Jepara. Karena selain dalam katalog tercantum price lock (kunci harga) pada masing-masing gambar produk dalam semua jenis ukuran, pihaknya juga telah melaporkan warga Jepara ke pihak Polisi dengan tuduhan telah menjiplak Hak Cipta dan Desain Produk miliknya.
Diakui atau tidak, dari tindakan tersebut tentu sangat merugikan masyarakat Jepara yang sebagian besar hidup dari industri mebel ukir. Apalalgi sejak dilaporkannya ke Polres Jepara, mulai pertengahan tahun 2005 hingga sekarang, pengusaha tersebut tidak berani melakukan ekspor atas produk-produknya.
Janji Polres Belum Dipenuhi
Sejak Desember 2005, kasus dugaan eksploitasi folklor tersebut sudah dikawal oleh Celcius bahkan pada 25 April 2006 sudah dilaporkan ke Polres Jepara. Tapi tampaknya hingga sekarang juga belum ada kejelasan tentang tindak lanjutnya. Seperti janji yang disampaikan Wakapolres, Kompol Indra, SIK didampingi Penyidik Aiptu Simon Kartono, SH.MH kepada Celcius, pihaknya akan srius menindaklanjuti laporan tersebut. Bahkan akan memasukkan Cristoipher Harrison dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) jika tidak memenuhi panggilan dari pihak Polres untuk diperiksa.
Sebagai Institusi Penegak Hukum di kota Jepara, Polres seharusnya segera menindaklanjuti kasus tersebut secara profesional dan mestinya secara moral pun turut merasakan dampaknya. Salah satu alasan yang disampaikan pihak Polres atas kelambatan penanganan kasus ini adalah, pihak Cristopher Harrison saat ini masih berada di Singapura sehingga pihak Polres kesulitan untuk mendatangkannya.
Menurut salah satu saksi ahli LSM Celcius, Guru Besar dan Dosen Seni Rupa Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia (ISI ) Yogyakarta, Prof. Drs. SP.Gustami, SU, sebenarnya substansi kasus tersebut sudah sangat jelas, sehingga pihak Polres tidak harus menunda-nunda lagi dalam mengambil tindakan demi kelangsungan hidup masyarakat Jepara.
“Saya kan sudah menjelaskan kepada mereka bahwa gambar-gambar yang diklaim Cristopher itu adalah memuat unsur folklor Jepara. Kenapa tidak ditindaklanjuti”, ungkap penulis buku Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara ini.
Selain itu, lanjut Gustami, beberapa perajin juga sudah diperiksa oleh Penyidik dan mereka juga memberikan keterangan bahawa mereka sudah berpuluh tahun membuat produk seperti yang ada dalam katalog milik Harrison. Artinya, produk-produk yang Hak Cipta dan Desainnya diklaim oleh orang Inggris tersebut benar-benar folklor masyarakat Jepara.
“Saya tingal menunggu saja kabar baik dari Jepara tentang upaya perlindungan budaya ini. Tapi kalau tidak ada keseriusan, Celcius punya hak untuk melanjutkan ke Institusi yang lebih tinggi”, tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar