Sabtu, 20 September 2008

Patih Sunging Badhar Dhuwung

Patih Sungging Badhar Dhuwung

Sebuah Penggalan Sejarah

BERBICARA kelahiran kerajinan tangan seni mebel ukir di Jepara, tentu tidak akan melupakaan salah satu sosok pahlawan serta pemuka agama ketika dulu. Beliau adalah Syeh Muhayat Syah (sekarang dikenal dengan Sultan Hadlirin) kenapa demikian ? Berikut sedikit penggalan sejarahnya yang mungkin berguna bagi semuja kalangan masyarakat.

Syeh Muhayat Syah adalah seorang dari Aceh, ia berguru ke negeri Cina Daratan dan di sana ia diambil anak angkat oleh dua orang ahli dalam strategi perang dan mereka adalah kakak beradik yaitu Thae Lin Sing dan Chiwi Guan.

Setelah merasa cukup berguru di Cina Daratan, Muhayat Syah pun hendak pulang ke negerinya. Akan tetapi dalam perjalanannya, ia bersama 4 kapal yang memuat periuk asli dari Dynasti Yuan terdampar di perairan Jepara. Baru saja ia hendak menginjakkan kakinya di bumi Jepara, terdengar ada sayembara yang konon diselenggarakan oleh Retno Kencono, seorang Putri cantik jelita dan pemberani.

Isi sayembara tersebut adalah “sopo sing iso ngalahno aku, yen lanang aku bakal suwito sak lawase yen wadon tak daku sedulur sinoro wedi” (barang siapa yang bisa mengalahkannya, kalo laki-laki akan dijadikan suami dan kalao perempuan akan diangkat menjadi saudara kandungnya)

Mendengar ada sayembara, Syeh Muhayat Syah menyamar sebagai orang biasa dan mencoba mengikuti sayembara tersebut. Al hasil, ia memenangkan sayembaranya Retno Kencono. Tak lama kemudian mereka pun menikah, dan singkat cerita Syeh Muhayat Syah menjadi Sultan dengan nama Sultan Hadlirin dan Retno Kencono menjadi Ratu dengan Julukan Ratu Kalinyamat yang masih dikenang hingga sekarang.

Sejarah Ukir Jepara

Lalu bagaimana kaitannya Sultan Hadlirin dengan sejarah terjadinya kerajinan tangan mebel ukir di Jepara ? Sebenarnya bukan Sultan Hadlirin yang membawa atau yang mengawali kerajainan tangan berupa seni ukir, melainkan ayah angkatnya ketika berguru di negeri Cina Daratan.

Setelah Mehayat Syah menjadi Sultan di Jepara, tiba-tiba di Cina Daratan terjadi perang besar dan kedua orang yang ahli dalam strategi perang tersebut teringat akan anak angkatnya, maka dicarilah ia sampai ketemu. Melalui perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Thae Lin Sing dan Chiwi Guan mendengar kabar bahwa anak angkatnya berada di Jepara. Merekapun mencarinya.

Setelah bertemu di Jepara, dikabarkannyalah apa yang sedang terjadi di negerinya sana. Akhirnya, demi keselamatan kedua ayah angkatnya Sultan Hadlirin mempersilahkan mereka untuk tinggal di Jepara.

Karena mereka berdua sama-sama ahli dalam strategi perang, maka Sultan Hadlirin menyarankan kepada Thae Lin Sing untuk menjadi penasehat perang Sunan Kudus (sekarang lebih dikenal dengan julukan Kyai Tlingsing). Sedang Chiwi Guan dipilih untuk menjadi patih di Jepara.

Tanpa dikira, ternyata Chiwi Guan juga ahli memahat di batu putih. Karena itu ia mendapat gelar Patih Sungging Badhar Dhuwung (ahli pahat batu putih). Semenjak itulah akhirnya Badhar Dhuwung sering membuat perabotan rumah tangga dan perkantoran pada jamannya (meja – kursi) bermaotifkan ukiran. Nampaknya keahlian dan kebiasaan Patih Sungging Badhar Dhuwung tersebut hingga sekarang masih melekat di titisan masyarakat Jepara, bahkan kerajinan tangan seni mebel ukir menjadi salah satu nafas kehidupan bagi masyarakat Jepara.

Bentuk peninggalan sejarah Patih Sungging Badhar Dhuwung adalah motif ukiran batu putih yang sekarang masih melekat pada dinding masjid mantingan (Astana Sultan Hadlirin)

Tidak ada komentar: