Sabtu, 20 September 2008

Persoalan Hak Cipta

Persoalan Hak Cipta,

Jangan Salahkan Perajin

Berbicara Hak Cipta dan Desain mebel ukir Jepara, sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan, kecuali harus saling memiliki kesadaran atas fungsi dan tugas masing-masing dalam bidang terkait. Jika ada berberapa pihak yang secara sengaja menyalahkan para perajin Jepara karena tidak ada respon (apatis) terhadap persoalan tersebut, tentu tidak seluruhnya dapat dibenarkan.

Menurut Ketua LSM Celcius yang konsen terhadap Lingkungan dan Seni Budaya, Didid Endro S. Persoalan Hak Cipta dan Desain serta yang lainnya adalah persoalan intelektual. Lalu bagaimana para perajin bisa mengerti jika tidak ada penjelasan tentang hal ini ? Lalu, tugas siapa untuk mensosialisasikan tentang arti penting Hak Cipta dan substansi hukumnya.

Jika memang sudah disosialisasikan, kepada siapa saja disosialisasikan atau benarkah sudah melibatkan masyarakat perajin kelas bawah? Selain itu, siapa yang mensosialisasikan atau minimal sudah mengertikah petugas penyuluh tentang prinsip-prinsip Hak Cipta, Desain, dan seterusnya? Karena disadari atau tidak, para perajin hanyalah sebatas melakukan produksi sesuai kebutuhan pasar. Hal ini tentunya untuk memenuhi tuntutan perut mereka berikut para tukang yang bekerja di sana.

Kemudian, hal yang lebih ironis lagi adalah, perkembangan produksi mebel ukir di Jepara sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, bahkan sampai akan kembali lagi memasuki grafik penurunan produksi ( kelesuan), tetapi kenapa baru sekarang persoalan Hak Cipta, Desain atau yang lainnya dibahas ? Jika demikian, masihkah sampai hati menyalahkan perajin?

Mungkin akan menjadi lebih bijak jika di awal kejayaan Jepara di bidang mebel ukir, sudah diantisipasi dengan berbagai kebijakan yang pada intinya memberikan perlindungan terhadap karya-karya seni tradisional yang ada, berikut perkembangan serta inovasinya. Lebih dari itu, mungkin perlu adanya kebijakan tentang perlindungan industri, apapun bentuknya. Karena pada dasarnya, seni tradisi tidak mandek begitu saja. Melainkan selalu mengalami proses perkembangan seiring dengan perkembangan jaman.

“Saya berharap, perajin jangan terlalu disalahkan. Tetapi mari kita saling interospeksi diri, siapa yang lebih berkewenangan dalam hal terkait. Kalau hanya menyalahkan perajin, tentu bukan sikap yang arif atau bahkan dapat dikatakan hanya sekedar mencari kambing hitam karena kita tidak mampu menyelesaikan persoalan yang terjadi” tegas Ketua LSM Celcius, Didid Endro S.

Seperti ketika munculnya kasus pelanggaran Hak Cipta mebel ukir Jepara yang dilakukan oleh orang asing beberapa waktu lalu, lanjut Didid, para perajin Jepara sangat antusias dan merespon baik. Justeru sebaliknya, dari institusi terkait tidak menunjukkan sikap responsif yang baik. Bahkan dalam kasus tersebut banyak fihak yang belum faham tentang substansi hukumnya, baik penegak hukum maupun pihak-pihak terkait lainnya.

Hal ini terbukti, ketika menyebutkan Hak Cipta masih dianggap sama dengan Paten. Sementara antara Hak Cipta dengan Paten jelas-jelas sangat jauh berbeda substansinya. Bahkan Undang-undangnya pun juga berbeda. Apalagi, surat somasi yang dikirim oleh orang asing kepada salah satu pengusaha di Jepara yang kemudian berlanjut pada Laporan Polisi, juga menyebut pelanggaran Hak Cipta atas Desain. Tetapi kenapa proses hukum tetap dilanjutkan hingga ada korban-korban lain.

“Ini salah satu bukti bahwa sebenarnya kita sendiri belum sepenuhnya memahami tentang Undang-undang Hak Cipta yang ada. Jadi jangan dulu menyalahkan siapapun jika kita sendiri belum memahami persoalan yang ada”, tambah Didid.

Kemudian Lembaga Seni Budaya (Lesbumi)) NU Jepara menuturkan bahwa keinginan perajin untuk tetap melindungi dan melestarikan meubel ukir Jepara sebenarnya sangat tinggi, hanya saja terbentur pada sosialisasi yang tidak merata dan kurang mengena di masyarakat tingkat bawah sebagai produsen mebel ukir yang ada. Hal itu bisa di lihat masih banyak pelaku bisnis meubel ukir yang tidak paham dan kurang mengerti akan arti pentingnya Hak Cipta serta hak-hak terkait di dalamnya.

“Ini lebih pada persoalan pemahaman, bukan berarti tidak pedulu tetapi mereka benar-benar belum mengerti”, tandas Koordinator Program PC. Lesbumi, Ali Rozi,SN

Untuk mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk lagi, Ali Rozi mengharapkan adanya jalinan kerja sama yang baik antara institusi terkait dengan perajin dan masyarakat untuk menghindari persaingan bisnis yang tidak sehat ditingkatan bawah sehingga kulitas produk tetap terjaga. *** Didid Endro S.

Tidak ada komentar: